Simakobu terancam punah akibat perburuan
Kepulauan
Mentawai (terdiri dari pulau Siberut, Sipora Pagai Utara dan Pagai
Selatan) adalah bagian dari pulau-pulau yang membentang dari barat daya
hingga barat laut sepanjang pantai barat Pulau Sumatera. Kawasan ini
merupakan salah satu daerah paling kaya di bumi untuk keanekaragaman
primata. Sayang habitat hutan pulau tersebut kini berada dalam ancaman
kerusakan.
BACA JUGA : Pulau Terluar, Meretas Isolasi dan Ketertinggalan
Sejak tahun 1980-an, populasi primata di Mentawai terus mengalami penurunan akibat perubahan hutan menjadi daerah perkebunan atau perladangan, baik yang dikelola secara tradisional maupun modern, ditambah lagi dengan adanya kegiatan-kegiatan penebangan kayu, baik legal maupun yang ilegal. Akibatnya, semua spesies yang ada di kawasan unik ini digolongkan oleh IUCN sebagai critical endangered dan endangered. Lima jenis primata yang masuk dalam kategori tersebut adalah: simakobu (Simias concolor), joja (Presbytis potenziani), bilou (Hylobates klossii);dan dua jenis monyet siteut (Macaca pagensis), dan bokkoi (Macaca siberu). Simakobu yang merupakan salah satu spesies paling terancam (critical endangered) telah dimasukkan kedalam jenis primata paling terancam (most threatened) di dunia bersama 25 spesies lainnya oleh IUCN.
LEBIH DALAM : Perdagangan Karbon dan Hutan Kepulauan Mentawai
Menurut Dr. Ahmad Yanuar, seorang ahli primata, ancaman itu diperparah lagi dengan percepatan penggundulan hutan yang berada di Pulau Sipora Pagai Utara dan Pagai Selatan, di Kepulauan Kabupaten Mentawai. “Disamping itu, empat jenis primata endemik selain bokkoi, sejak lama sudah diburu oleh masyarakat setempat untuk dikonsumsi,” tambah Yanuar.
Simakobu, merupakan spesies yang paling digemari masyarakat setempat. Mereka menganggapnya sebagai buruan yang paling mudah didapat dan dagingnya paling enak. Walaupun perburuan terhadap simakobu telah dilarang menurut undang-undang di bawah hukum pemerintah Indonesia, namun masih sedikit upaya dan saran yang dilakukan untuk dapat mengubah kebiasaan masyarakat setempat untuk berhenti berburu satwa tersebut.
Menurut catatan Yanuar, Conservation International (CI) telah membangun lebih dari satu dekade kegiatan riset dan konservasi di Kepulauan Mentawai, untuk memastikan kelangsungan hidup bagi kelima jenis primata endemik Mentawai ini di habitat aslinya. Ada tiga upaya yang tengah dilakukan oleh Conservation International guna mencegah terjadinya kepunahan pada satwa khas warisan Mentawai ini. Pertama, menentukan status terbaru untuk populasi dan penyebarannya; kedua, menggerakan para pemangku kepentingn agar melindungi habitat habitat hutan yang sudah kritis. Kedua informasi ini sedang dihimpun dan akan dimbentuk upaya agar pemerintah lokal, masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya dapat berkomitmen membangun kawasan konservasi yang lebih aman untuk kelestarian monyet khas Kepulauan Mentawai yang hanya satu satunya di dunia itu.
BACA JUGA : Pulau Terluar, Meretas Isolasi dan Ketertinggalan
Sejak tahun 1980-an, populasi primata di Mentawai terus mengalami penurunan akibat perubahan hutan menjadi daerah perkebunan atau perladangan, baik yang dikelola secara tradisional maupun modern, ditambah lagi dengan adanya kegiatan-kegiatan penebangan kayu, baik legal maupun yang ilegal. Akibatnya, semua spesies yang ada di kawasan unik ini digolongkan oleh IUCN sebagai critical endangered dan endangered. Lima jenis primata yang masuk dalam kategori tersebut adalah: simakobu (Simias concolor), joja (Presbytis potenziani), bilou (Hylobates klossii);dan dua jenis monyet siteut (Macaca pagensis), dan bokkoi (Macaca siberu). Simakobu yang merupakan salah satu spesies paling terancam (critical endangered) telah dimasukkan kedalam jenis primata paling terancam (most threatened) di dunia bersama 25 spesies lainnya oleh IUCN.
LEBIH DALAM : Perdagangan Karbon dan Hutan Kepulauan Mentawai
Menurut Dr. Ahmad Yanuar, seorang ahli primata, ancaman itu diperparah lagi dengan percepatan penggundulan hutan yang berada di Pulau Sipora Pagai Utara dan Pagai Selatan, di Kepulauan Kabupaten Mentawai. “Disamping itu, empat jenis primata endemik selain bokkoi, sejak lama sudah diburu oleh masyarakat setempat untuk dikonsumsi,” tambah Yanuar.
Simakobu, merupakan spesies yang paling digemari masyarakat setempat. Mereka menganggapnya sebagai buruan yang paling mudah didapat dan dagingnya paling enak. Walaupun perburuan terhadap simakobu telah dilarang menurut undang-undang di bawah hukum pemerintah Indonesia, namun masih sedikit upaya dan saran yang dilakukan untuk dapat mengubah kebiasaan masyarakat setempat untuk berhenti berburu satwa tersebut.
Menurut catatan Yanuar, Conservation International (CI) telah membangun lebih dari satu dekade kegiatan riset dan konservasi di Kepulauan Mentawai, untuk memastikan kelangsungan hidup bagi kelima jenis primata endemik Mentawai ini di habitat aslinya. Ada tiga upaya yang tengah dilakukan oleh Conservation International guna mencegah terjadinya kepunahan pada satwa khas warisan Mentawai ini. Pertama, menentukan status terbaru untuk populasi dan penyebarannya; kedua, menggerakan para pemangku kepentingn agar melindungi habitat habitat hutan yang sudah kritis. Kedua informasi ini sedang dihimpun dan akan dimbentuk upaya agar pemerintah lokal, masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya dapat berkomitmen membangun kawasan konservasi yang lebih aman untuk kelestarian monyet khas Kepulauan Mentawai yang hanya satu satunya di dunia itu.
0 komentar:
Posting Komentar